... kreativitas hanya sebatas mimpi yang terbatas jika tak lekas diwujudkan dalam nyata yang jelas ...

Thursday 18 August 2011

Cinta Tanpa Nama


Beberapa bulan yang lalu, setelah kau menghilang beberapa waktu, mungkin sekitar dua tahun, kau menghubungiku. Awalnya kita memang bertemu di sana, di dunia maya yang menjadi awal perkenalan kita. Dulu memang tak ada apa-apa. Tak ada rasa, tak ada ikatan, ya, tak ada apa-apa. Namun bebrapa bulan yang lalu, ketika aku menanggapi serius apa kata-kata mu, kini aku merasakan sakit yang hingga air mata pun sulit untuk mengatakannya.

Baru saja aku menghubungimu. Aku begitu ingin bertemu denganmu. Tapi kau, kau bilang kalau kau ingin beristirahat. Aku tahu. Aku paham. Aku bisa mengerti. Karena itu efek dari sakit yang sampai saat ini masih kau rasakan deritanya. Aku diam.

Aku mengingat kembali saat dimana kau masih rajin mengirim pesan pendek padaku. Aku semakin tak paham dengan sikapmu sekarang. Dulu, seingatku, kapanpun kau menghubungiku, aku siap menemanimu. Aku mau menghiburmu, menghibur hatimu yang memang sedang gundah dan sakit. Tapi, sekarang, ketika aku membutuhkan semangatmu, kau seakan-akan tak acuh. Kau tak perdul dengan ku. Dan aku mulai berfikir, ah, siapalah aku ini, aku tak berhak menuntutmu dan memarahimu. Aku tak punya hak untuk sekedar bertanya “kenapa” padamu.

Aku mengingat kembali, semuanya. Apa yang beberapa bulan lalu aku lakukan demi kau. Terdengar konyol dan tak ada artinya. Yah. Percuma dan sia-sia. Mungkin sebagian orang akan berkata aku ini bodoh, tolol, goblok, aneh atau gila.

Kau, pria yang sudah punya tambatan hati.
Kau, pria yang mengidap penyakit mematikan dan menular.
Kau, pria yang berhasil mempermainkan hati ku dengan mudahnya.

Semuanya semakin terlihat dengan jelas. Ya. Semuanya.
Sepertinya perubahan itu mulai nampak sejak peyakitmu menunjukkan perkembangan yang baik. Aku ikut senang dengan itu. Dan harusnya pun aku menyadari, kalau sebaiknya aku pun mulaii melangkah mundur, untuk menjauhimu. Karena memang bukan aku yang seharusnya ada di sekitarmu. Bukan aku. Tapi malaikatmu. Bukan aku. Aku berusaha untuk menyadarkan diriku berulang kali. Bukan aku. Bukan aku. BUKAN AKU!!!!

Aku bingung, aku tak tahu, apa yang seharusnya aku lakukan.
Kau bilang padaku untuk membuang jauh perasaanku, tapi di sisi lain, kau tak mau aku pergii darimu. Dan sekarang, aku merasakan sakitnya. Sakit yang tak bisa tersampaikan dengan air mata. Mungkin karena terlalu sakit. Hingga air mataku enggan untuk ikut meringankan sedikit sakit ini.

No comments:

Post a Comment